Setelah Duo Manis minggat, cukup lama kami tidak memelihara kucing. Istilahnya saat itu kami berpikir, kalo ada syukur kalo tidak yah tidak apa-apa. Status kami saat itu adalah ’jomblo’ di dunia memelihara kucing.
Sampai suatu hari
muncul seekor kucing entah dari mana. Warnanya kuning pucat, dan karena
kebetulan dia betina kami pun langsung memanggilnya si Manis. Ok, memang
perbendaharaan kami tentang nama-nama kucing payah, tapi ya hanya itu nama yang
terpikir. Si Manis edisi terbaru ini juga sudah dewasa, bahkan dia lagi hamil.
Mungkin dia nongol di rumah kami saat sedang sibuk mencari tempat beranak.
Jadilah si Manis
tinggal bersama kami hingga akhirnya dia melahirkan. Dia melahirkan tiga ekor
anak yang jujur saja membuatku bergidik. Yah anak-anak kucing itu masih begitu
kecil dan botak. Belum berbulu. Mirip tikus. Dan anehnya sodara-sodara... si
Manis sebagai induk enggan mengasuh mereka. Tidak juga mau menyusui. Hanya
sibuk ingin bermain bersama kami. Mungkin dia sedang mengalami sindrom Baby Blues atau emang blom puas ajah
bermain-main karena keburu hamil, entahlah. Nyokap yang harus turun tangan
mengurus bayi-bayi itu dengan memberi air tajin sebagai pengganti susu,
sementara si Manis yang meskipun sudah kami paksa (sengaja menidurkannya di
samping bayi-bayinya) tetap enggan. Hingga akhirnya bayi-bayi itu pun mati.
Setelah bayinya
mati, si Manis menghilang. Minggat entah ke mana. Hingga suatu hari dia muncul,
lagi-lagi dengan perut gendut ingin melahirkan. Mungkin dia berpikir rumah kami
itu adalah tempat bersalin yang sangat pas, ya hehe... Nah kali ini dia
melahirkan di luar rumah, di sebuah bak kosong. Dan lagi-lagi dia terkena
sindrom Baby Blues hingga kami bahkan
pernah sampai menutup bak itu dengan papan agar dia tidak kabur meninggalkan
anak-anaknya, tapi ya tetap saja dia enggan merawat mereka. Hingga akhirnya
kembali lagi bayi-bayi itu mati.
Kami tentu saja
sangat sedih dan kesal kepada si Manis yang kayaknya gak bertanggung jawab.
Entah kenapa dia ogah mengurusi anak-anaknya. Tapi setelah kematian
anak-anaknya yang terakhir si Manis seperti stress gituh. Dia sering mengeong
tanpa alasan dan kayak mencari-cari. Nyokap bilang sih dia mungkin kecarian dan
terbayang anak-anaknya. Atau mungkin menyesal. Entahlah.
Si Manis terus
saja bertingkah aneh hingga suatu malam saat kami sekeluarga sedang duduk
santai di luar rumah, dia terlihat di seberang jalan. Rumah kami memang
terletak tepat di tepi jalan lintas Sumatera yang ramai. Lalu tanpa aba-aba dia
pun berlari menyeberang dan tertabrak mobil. Kami yang melihat langsung
kejadian itu langsung histeris. Akhirnya aku dan nyokap menghampiri si Manis
yang sudah tergolek tak bergerak. Tubuhnya lembek sekali. Lalu mengangkat dan
menguburnya di kebun seberang jalan itu.
Sampai sekarang
aku masih suka gak kuat kalo melihat kucing menyeberang dan kayak kebingungan
di tengah jalan. Jadi ingat si Manis yang menjalani hidup yang pahit. Namun
setiap ingat si Manis, aku jadi berpikir ada kalanya kita harus lebih kuat
meskipun sedang mengalami hal-hal yang tidak kita inginkan. Seperti dia
terhadap anak-anaknya.
Pelajaran :
Lakukan dan
terima dengan iklas apa pun yang kita temui di perjalanan hidup. Melarikan diri
atau menolak bertanggung jawab atasnya hanya akan menyisakan penyesalan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar