Ada banyak kucing-kucing di sekitar kami. Tetangga kami juga memelihara kucing, tapi mungkin perlakuan mereka tidak sama seperti kami. Bisa dibilang kami terlalu memanjakan binatang-binatang egois itu sampai pada level yang berbahaya *lebay*.
Kucing-kucing di
rumah kami makan bukan dari sisa makanan kami. Meskipun tidak memakan catfood kalengan yang harganya pasti
tidak terlalu bersahabat buat kami saat itu. Kami selalu membelikan mereka ikan
khusus, hingga akhirnya Nyokap memutuskan berlangganan dengan seorang tukang
ikan keliling supaya tidak terlalu repot tentang kesediaan bahan makanan kucing
peliharaan kami.
Hingga pada suatu
hari, entah bagaimana kucing-kucing itu mulai berguguran satu per satu. Mungkin
keracunan ikan atau entah apa karena anjing kami yang juga memakan ikan yang
sama tidak mengalami kejadian aneh. Mungkin karena kucing-kucing itu awalnya
berasal dari jalanan sehingga sudah membawa penyakit masing-masing.
Kucing yang
pertama mati adalah Piko. Dia aku temukan tergolek di lantai dekat kamar mandi
saat aku akan mandi di pagi itu. Lalu beberapa hari kemudian Nike menghilang
sebelum akhirnya kami temukan dia tergolek mati di dalam bak kosong di sebelah
rumah. Kesedihan kami masih belum berakhir karena suatu hari hidung Bopi selalu
mengeluarkan darah segar dan dia pun menyusul mati.
Hingga suatu hari
saat kami pulang sekolah, Nyokap menyambut dengan mata sembab dan mengabarkan
Bola juga sudah mati. Kami sekeluarga pun berkabung atas kejadian itu. Ketika
yang tersisa akhirnya Tauco, kami selalu diliputi kecemasan tentang kapan dia
akan menyusul teman-temannya yang lain. Tapi dia masih bertahan, meskipun
kondisinya tidak terlalu baik. Kami berusaha merawatnya, memberinya makan,
bahkan mengobatinya. Dan ketika kondisinya terlihat mulai membaik, mendadak
saja dia menghilang. Berhari-hari kami mencarinya hingga ketika akhirnya
menemukannya juga sudah dalam kondisi tak bernyawa.
Saat itu kami tak
lelah mengutuki tukang ikan yang mungkin begitu tega tetap menjual ikan-ikan
yang sudah tidak layak dan Nyokap berhenti berlangganan dengannya. Terlepas
apakah memang ikan itu yang menjadi biang kerok atau bukan, tapi kami terlanjur
patah hati atas kehilangan yang terlalu beruntun itu.
Bahkan sampai
sekarang aku masih bersedih jika mengingatnya...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar