Jumat, 31 Agustus 2012

Sebuah Dunia Impian Bernama Iklan


Iklan. Setiap hari kita semua rasanya tidak pernah luput darinya. Mulai dari bangun tidur hingga akhirnya tidur kembali. Atau jangan-jangan juga di dalam mimpi kita masih juga bertemu iklan? Ada yang seperti itu? Kalo aku sih... Yah nggak inget hehe.

Sudah puluhan tahun aku dan mungkin juga teman-teman dicekoki pemandangan indah nan menyilaukan yang dihadirkan lewat iklan, sampai-sampai pernah terbersit di pikiranku betapa enaknya jika bisa hidup di sana, di dunia iklan. Ya. Di mataku dunia yang dihadirkan oleh iklan-iklan itu begitu indah dan yah aku memang sering kali bermimpi untuk bisa tinggal di dalamnya.

Siapa yang tidak berminat untuk tinggal di dunia yang begitu damai, tertata dan ideal? Dunia di mana segala keajaiban terjadi dengan begitu mudahnya. Bayangkan kita yang di dunia nyata harus jungkir balik membersihkan lantai yang kotor meski menggunakan produk yang sama dengan yang diiklankan, sementara di iklan hanya dengan sekali usap seluruh lantai bersih seketika dan muncul bunga-bunga. Bahkan dunia sihir Harry Potter juga lewat.

Ingat-ingat juga kapan terakhir kali kita dihadiahi senyum manis dan pelayanan prima di tempat-tempat layanan umum pemerintah seperti di iklan-iklan itu? Nyaris tidak pernah. Apalagi dengan segala proses njelimet plus mahal yang harus kita lalui untuk mendapatkan pelayanan yang didengung-dengungkan mudah plus gratis di iklan. Dan yang paling gampang nih, kapan sih kita ketemu polisi yang ramah dan santun seperti yang ditampilkan di iklan-iklan layanan masyarakat itu? Yang ada kita bawaannya malah keder dan pengen kabur kalo ngeliat mereka.

Bahkan dengan segala kejadian miris yang ramai membanjiri kanal-kanal berita jujur saja membuatku beneran tidak nyaman dan sangat yakin ini bukan dunia yang kita mau. Apakah memang cita-cita kita untuk hidup di dunia yang manusianya menganggap nyawa tidak berharga sehingga memperlakukannya seenak hati? Semua itu tentunya juga bertolak belakang dengan iklan-iklan yang menampilkan sosok-sosok manusia berhati mulia yang siap membantu sesama dengan senyum tulus terkembang di wajah. Iklan-iklan yang menampilkan orang-orang yang sejuk tanpa terbersit kebencian. Bertolak belakang sekali dengan kenyataan.

Ah, tapi itu kan cuma iklan...

Mungkin begitulah pandangan sinis beberapa orang, tapi menurutku mereka lupa satu hal. Iklan sebenarnya bukanlah hanya alat komersil untuk menjebak orang-orang dengan kemilaunya. Menurutku iklan, apa pun bentuknya adalah semacam manifestasi harapan dan impian orang-orang akan dunia yang ideal tadi.

Dan jujur saja dengan semakin tipisnya kenyamanan saat berusaha memandang realita kehidupan yang dipajang di kanal-kanal, aku jadi lebih suka manteng iklan. Lebih sejuk buat mata, pikiran, dan jiwaku. Halah!

Sabtu, 25 Agustus 2012

Mereka yang pernah hadir : Lima Sekawan bag.3


Ada banyak kucing-kucing di sekitar kami. Tetangga kami juga memelihara kucing, tapi mungkin perlakuan mereka tidak sama seperti kami. Bisa dibilang kami terlalu memanjakan binatang-binatang egois itu sampai pada level yang berbahaya *lebay*.

Kucing-kucing di rumah kami makan bukan dari sisa makanan kami. Meskipun tidak memakan catfood kalengan yang harganya pasti tidak terlalu bersahabat buat kami saat itu. Kami selalu membelikan mereka ikan khusus, hingga akhirnya Nyokap memutuskan berlangganan dengan seorang tukang ikan keliling supaya tidak terlalu repot tentang kesediaan bahan makanan kucing peliharaan kami.

Hingga pada suatu hari, entah bagaimana kucing-kucing itu mulai berguguran satu per satu. Mungkin keracunan ikan atau entah apa karena anjing kami yang juga memakan ikan yang sama tidak mengalami kejadian aneh. Mungkin karena kucing-kucing itu awalnya berasal dari jalanan sehingga sudah membawa penyakit masing-masing.

Kucing yang pertama mati adalah Piko. Dia aku temukan tergolek di lantai dekat kamar mandi saat aku akan mandi di pagi itu. Lalu beberapa hari kemudian Nike menghilang sebelum akhirnya kami temukan dia tergolek mati di dalam bak kosong di sebelah rumah. Kesedihan kami masih belum berakhir karena suatu hari hidung Bopi selalu mengeluarkan darah segar dan dia pun menyusul mati.

Hingga suatu hari saat kami pulang sekolah, Nyokap menyambut dengan mata sembab dan mengabarkan Bola juga sudah mati. Kami sekeluarga pun berkabung atas kejadian itu. Ketika yang tersisa akhirnya Tauco, kami selalu diliputi kecemasan tentang kapan dia akan menyusul teman-temannya yang lain. Tapi dia masih bertahan, meskipun kondisinya tidak terlalu baik. Kami berusaha merawatnya, memberinya makan, bahkan mengobatinya. Dan ketika kondisinya terlihat mulai membaik, mendadak saja dia menghilang. Berhari-hari kami mencarinya hingga ketika akhirnya menemukannya juga sudah dalam kondisi tak bernyawa.

Saat itu kami tak lelah mengutuki tukang ikan yang mungkin begitu tega tetap menjual ikan-ikan yang sudah tidak layak dan Nyokap berhenti berlangganan dengannya. Terlepas apakah memang ikan itu yang menjadi biang kerok atau bukan, tapi kami terlanjur patah hati atas kehilangan yang terlalu beruntun itu.

Bahkan sampai sekarang aku masih bersedih jika mengingatnya...

Kamis, 16 Agustus 2012

Mereka yang pernah hadir : Lima Sekawan bag.2


Kebersamaan dengan lima sekawan cukup mengasikkan dan itu mengisi sebagian besar waktu kami yang sedang belajar untuk mencintai makhluk selain kita, dalam hal ini adalah kucing.

Aku nggak tau bagaimana orang menikmati waktu bersama kucing-kucingnya, tapi kami bisa dibilang sangat luar biasa. Bagaimana gak? Kami seringkali suka lupa mereka adalah kucing, sehingga memperlakukan mereka layaknya boneka. Beneran. Mereka (gak pedulu jantan atau betina) kami pakaikan baju-baju selayaknya putri-putri raja dengan gaun-gaun panjang nan anggun. Sayang banget saat itu belum seperti sekarang dimana kita bisa dengan mudah memotret lalu upload, jadi kenangan tentang kelucuan itu hanya bisa direkam di dalam ingatan. Kami memang tidak selalu mendandani mereka. Ada kalanya mereka cuma kami ninabobokan di pangkuan. Dan seringkali mereka yang pertamanya menolak, toh akhirnya pules juga.

Tapi mereka yang pastinya sangat sadar kodrat mereka sebagai kucing jelas saja menolak aksi kami mengunyel-unyel mereka, meski karena gemes melihat kelucuan mereka. Maka mereka seringkali menghabiskan waktu melepas beban dunia (ceile) di atas atap dan itu jelas merepotkan saat kami sedang sakaw pengen main dengan mereka.

Aku ingat bagaimana taktik kami untuk mengumpulkan mereka agar bisa memulai acara ’arisan meong’. Kami berpura-pura membuatkan makanan buat mereka sembari memanggil-manggil ’Manis’, yah pokoknya mengikuti prosesi penyediaan makanan buat mereka. Nah setiap kali alarm itu berbunyi maka Tauco cs pun akan berlompatan turun. Nah saat itulah kami langsung menangkap mereka satu per satu untuk diajak bermain. Bisa kubayangkan dalam hati mereka pasti nggerundel sebel hehe...

Beberapa kali mereka memang tidak memakan umpan yang kami lemparkan, tapi toh tetap saja kami berhasil membodohi. Tapi nggak jelas juga, mungkin karena mereka kasian melihat kami yang udah kecanduan mereka jadi mengikuti kemauan kami saja, ya?

Yah, kalo sudah begitu tidak jelas lagi siapa yang sedang diperbudak. Nasib deh karena gagal move on hihi...

Senin, 13 Agustus 2012

Mereka yang pernah hadir : Lima Sekawan bag.1


Aku tidak ingat pastinya kapan, tapi seekor kucing berwarna kuning cemerlang dengan liris dan bola cokelat  muncul di rumah kami. Nyokap sangat menyayangi kucing yang bossy itu dan langsung menamainya Tauco. Tauco kalo digambarkan serupa perempuan cantik yang nge-boss. Dia yang mengatur kapan pengen disentuh atau tidak. Dan karena Nyokap sangat sayang kepadanya sudah barang tentu kami jarang dapat kesempatan bermain dengannya.

Hingga suatu sore ketika kami sedang bermain di halaman, mendadak kami melihat anak-anak tetangga sedang mem-bully seekor kucing berwarna kuning seperti Tauco. Kami pun langsung bertindak untuk menyelamatkannya sembari berkata, ”Itu kucing kami!”. Anak-anak pembully itu pun melepaskan kucing malang itu dan langsung kami bawa pulang. Nah ketika tiba di dalam ternyata si Tauco sedang asik pulas di pangkuan nyokap. Jika itu Tauco, lantas kucing yang kami bawa ini siapa? Apalagi setelah diteliti ternyata leher kucing malang ini terluka seperti digigit. Kami tidak tega membuangnya, dan karena itu kami pun memeliharanya dan menamainya Niki. Luka di leher Niki kami rawat hingga sembuh. Niki adalah kucing jantan yang tidak banyak tingkah plus tak berdaya ketika dibully. Apalagi oleh Tauco yang nge-boss. Tapi setidaknya sekarang kami punya kucing untuk bermain.

Setelahnya kucing-kucing lain bermunculan. Kucing ketiga yang muncul adalah Piko dengan warna abu-abu plus liris hitam di tubuhnya. Piko juga muncul entah dari mana dan sifatnya mirip dengan Tauco meskipun dia jantan. Sehingga bisa dibayangkan bagaimana mereka saat sedang makan. Bisa brantem.

Tidak lama setelah Piko muncul kucing betina lain yang karena motif bulunya dinamai Nyokap si Bola. Setelah kehadirannya, porsi si Tauco pun berkurang karena sekarang Nyokap lebih senang bermain dengan si Bola. Hal ini membuat si Tauco mulai menurunkan gengsinya dan mau ’bergaul’ dengan kami.

Dan setelah Bola, muncul lagi seekor kucing. Kali ini kucing itu sangat berbeda dari kucing-kucing sebelumnya yang berekor pendek. Kucing ini berwarna abu-abu dan ekornya lurus panjang. Kami pun menamainya si Bopi.

Nah, sudah ada lima ekor kucing dan kami bisa sama-sama menikmati saat-saat bahagia bermain dengan mereka. Tauco, Niki, Piko, Bola, dan Bopi. Kucing-kucing lucu yang saat jam makan tiba semuanya tetap kami panggil dengan satu panggilan : Manis.

Hahaha... Mungkin kami memang gak pernah bisa move-on dari kenangan ’Manis’?

Jumat, 10 Agustus 2012

Mereka yang pernah hadir : Kenangan Manis


Ortu kami punya langganan bidan yang sering juga bertugas ganda sebagai dokter anak. Dia bidan yang sangat baik dan sabar, kami bahkan sering dikasih vitamin gratis. Nah bu bidan ini juga memelihara buanyak sekali kucing. Ada beberapa yang disterilkan agar komunitasnya tidak meledak.

Nah suatu hari saat nyokap membawa adik berobat, maka mereka ngobrol ngalor ngidul dan entah bagaimana akhirnya ketika pulang mereka membawa seekor kucing. Kucing betina itu sudah disteril dan lucu sekali. Dan lagi-lagi kami namai dia si Manis.

Tapi berbeda dengan generasi yang sebelumnya, si Manis yang ini beneran manis. Dia suka sekali bermanja-manja dan kami pun akhirnya menikmati waktu berkualitas (halah) bermain dengan kucing. Si Manis suka menguntit kami kemana pun dan tidak lupa membelai-belaikan tubuhnya ke kaki kami ketika kami sedang makan. Pokoknya si Manis menjadi idola di rumah deh.

Si Manis juga suka mengendap-endap ke tempat tidur untuk tidur bersama-sama kami. Rasanya lucu ketika bisa merasakan bulunya yang lembut dan hangat, apalagi kalo dia sudah tidur di dekat telinga. Dengkurannya yang halus bikin kami gemes. Ortu selalu melarang kami membawa si Manis bobo bareng, tapi entah bagaimana si Manis tetap saja nekad. Yah, mungkin dia berjiwa sosialita hehe... Si Manis kucing gaul (halah).

Hingga suatu pagi ketika kami bangun seperti biasa, tidak lagi terdengar dengkuran si Manis. Bulunya yang lembut juga tidak hangat. Akhirnya kami sadar si Manis sudah mati. Mungkin tanpa sadar tergencet oleh adik kami.

Kami sangat sedih kehilangan si Manis yang sudah menemani kami dengan manisnya selama beberapa bulan itu. Meskipun kebersamaan kami singkat, tapi kenangan si Manis tetap tertinggal hingga sekarang.

Pelajaran :
Bahaya selalu mengintai, bahkan dalam bentuk yang paling tidak berbahaya. Waspadalah... Waspadalah...

Kamis, 09 Agustus 2012

Mereka yang pernah hadir : Manis Pahit


Setelah Duo Manis minggat, cukup lama kami tidak memelihara kucing. Istilahnya saat itu kami berpikir, kalo ada syukur kalo tidak yah tidak apa-apa. Status kami saat itu adalah ’jomblo’ di dunia memelihara kucing.

Sampai suatu hari muncul seekor kucing entah dari mana. Warnanya kuning pucat, dan karena kebetulan dia betina kami pun langsung memanggilnya si Manis. Ok, memang perbendaharaan kami tentang nama-nama kucing payah, tapi ya hanya itu nama yang terpikir. Si Manis edisi terbaru ini juga sudah dewasa, bahkan dia lagi hamil. Mungkin dia nongol di rumah kami saat sedang sibuk mencari tempat beranak.

Jadilah si Manis tinggal bersama kami hingga akhirnya dia melahirkan. Dia melahirkan tiga ekor anak yang jujur saja membuatku bergidik. Yah anak-anak kucing itu masih begitu kecil dan botak. Belum berbulu. Mirip tikus. Dan anehnya sodara-sodara... si Manis sebagai induk enggan mengasuh mereka. Tidak juga mau menyusui. Hanya sibuk ingin bermain bersama kami. Mungkin dia sedang mengalami sindrom Baby Blues atau emang blom puas ajah bermain-main karena keburu hamil, entahlah. Nyokap yang harus turun tangan mengurus bayi-bayi itu dengan memberi air tajin sebagai pengganti susu, sementara si Manis yang meskipun sudah kami paksa (sengaja menidurkannya di samping bayi-bayinya) tetap enggan. Hingga akhirnya bayi-bayi itu pun mati.

Setelah bayinya mati, si Manis menghilang. Minggat entah ke mana. Hingga suatu hari dia muncul, lagi-lagi dengan perut gendut ingin melahirkan. Mungkin dia berpikir rumah kami itu adalah tempat bersalin yang sangat pas, ya hehe... Nah kali ini dia melahirkan di luar rumah, di sebuah bak kosong. Dan lagi-lagi dia terkena sindrom Baby Blues hingga kami bahkan pernah sampai menutup bak itu dengan papan agar dia tidak kabur meninggalkan anak-anaknya, tapi ya tetap saja dia enggan merawat mereka. Hingga akhirnya kembali lagi bayi-bayi itu mati.

Kami tentu saja sangat sedih dan kesal kepada si Manis yang kayaknya gak bertanggung jawab. Entah kenapa dia ogah mengurusi anak-anaknya. Tapi setelah kematian anak-anaknya yang terakhir si Manis seperti stress gituh. Dia sering mengeong tanpa alasan dan kayak mencari-cari. Nyokap bilang sih dia mungkin kecarian dan terbayang anak-anaknya. Atau mungkin menyesal. Entahlah.

Si Manis terus saja bertingkah aneh hingga suatu malam saat kami sekeluarga sedang duduk santai di luar rumah, dia terlihat di seberang jalan. Rumah kami memang terletak tepat di tepi jalan lintas Sumatera yang ramai. Lalu tanpa aba-aba dia pun berlari menyeberang dan tertabrak mobil. Kami yang melihat langsung kejadian itu langsung histeris. Akhirnya aku dan nyokap menghampiri si Manis yang sudah tergolek tak bergerak. Tubuhnya lembek sekali. Lalu mengangkat dan menguburnya di kebun seberang jalan itu.

Sampai sekarang aku masih suka gak kuat kalo melihat kucing menyeberang dan kayak kebingungan di tengah jalan. Jadi ingat si Manis yang menjalani hidup yang pahit. Namun setiap ingat si Manis, aku jadi berpikir ada kalanya kita harus lebih kuat meskipun sedang mengalami hal-hal yang tidak kita inginkan. Seperti dia terhadap anak-anaknya.

Pelajaran :
Lakukan dan terima dengan iklas apa pun yang kita temui di perjalanan hidup. Melarikan diri atau menolak bertanggung jawab atasnya hanya akan menyisakan penyesalan.

Rabu, 08 Agustus 2012

Mereka yang pernah hadir : Duo Manis


Sesuai dengan permintaan seseorang untuk didongengin tentang ‘mantan-mantan’ yang pernah hadir mengisi hidupku dan sodari-sodariku di masa lalu, maka untuk beberapa hari ke depan aku akan mulai menceritakan mereka satu per satu karena memang daftarnya panjang hehe… Tuh kan, ketauan aku ini ‘player’ :D

Kisah tentang mantan-mantan-ku akan dimulai dari Duo Manis. Ya bukan hanya Maiya Estianty yang bisa bikin Duo Maia. Kami malah pernah lebih dulu disantroni Duo Manis.

Saat itu  entah dapat wahyu dari mana, ortu memutuskan untuk memberi kami teman bermain berujud makhluk berbulu yang menggemaskan namun hobi mencakar. Yak, kami diberi hadiah dua ekor kucing. Kucing-kucing itu kami ambil dari rumah nenek. Umur mereka sudah lumayan dewasa karena ortu mungkin berpikir ribet kalo mengurusin yang masih bayi lagi. Tapi itu juga letak kesalahannya, karena mereka sudah dewasa maka otomatis lebih gede ego-nya sehingga pastinya amat sangat bandel. Duo Manis ini bahkan tidak segan-segan mencakar kami, dan cakarannya itu sungguhan. Sungguhan melukai.

Si Manis pertama betina berwarna hitam dengan liris abu samar, sementara yang kedua jantan berwarna abu-abu. Dan dengan segala pemberontakan mereka, akhirnya kami tidak pernah benar-benar merasakan bermain asik bersama mereka. Mereka bahkan milih-milih makanan. Ampun deh. Bukannya asik, yang ada malah kami yang saat itu masih kecil-kecil rada ketakutan dengan mereka. Hanya bisa memandang dari jauh (halah). Karena kalo kami membelai saat mood mereka lagi buruk, langsung dapat hadiah cakaran.

Kalo sudah begitu rasanya wajar aja jika hubungan kami pun berumur pendek. Dan lagi-lagi bukan kami yang memutuskan untuk menyudahi hubungan yang tidak sehat itu. Duo Manis lebih dulu memutuskan untuk minggat ketika kami sedang pergi liburan dan itulah kegagalan pertama kami menjalin hubungan dengan kucing.

Pelajaran :
Hubungan yang tidak sehat memang harus disudahi...

Kamis, 02 Agustus 2012

I am in Heaven

Hari ini aku girang serasa di surga.
Ya.
Cuma mau nyampein itu aja.
yang mungkin sepele tapi aku perlu sebagai penanda

Rabu, 01 Agustus 2012

Bullying => Mental Orang Indonesia..???

Lagi-lagi media kita diributkan dengan kasus bullying yang kali ini berlangsung di salah satu sekolah terkemuka di ibukota. Sebelumnya juga kita sudah pernah dihadapkan pada berita-berita bullying yang bahkan dilakukan di sekolah yang akan mencetak calon-calon pemimpin negara ini. Bullying bukan kita saksikan juga bukan lagi sekedar di sekolah-sekolah itu, melainkan di dalam kehidupan sosial sehari-hari. Kelompok mayoritas melakukan aksi bullying kepada kelompok minoritas yang tidak sepaham, bahkan mungkin para koruptor sedang asik membully para penegak hukum yang jujur di negara ini.

Melihat semua itu jujur saja aku jadi bertanya-tanya dimana sifat dan mental bangsa yang selama ini kita dengung dan agungkan? Segala mental dan sifat yang damai dan sejuk itu seolah-olah menghilang tak berbekas berganti dengan sikap yang panas dan kasar. Apakah bullying itu memang sifat sejati bangsa ini? Atau mungkin ada semacam virus tak terdeteksi yang diam-diam sudah menjangkiti semua seperti di film-film zombie itu?

Seringkali kita melihat pembahasan tentang kenapa sifat-sifat bullying itu bisa muncul karena sejatinya tidak ada apa pun yang mendadak muncul tanpa pemicu atau bibit yang tumbuh jika tidak dirawat dan dipupuk. Banyak para ahli yang mempercayai bahwa keluarga yang harusnya diperkuat untuk bisa membentengi anak-anak dari virus berbahaya itu.

Namun kita juga bisa melihat dengan mata kepala sendiri betapa sistem pendidikan dan pengasuhan anak-anak dewasa ini sudah sangat jauh berbeda. Seberapa banyak keluarga yang hanya mendidik anak-anaknya dengan materi? Para orang tua rata-rata berpendapat dengan hanya melengkapi kebutuhan materi maka mereka sudah melakukan yang terbaik. Betapa banyak orang tua yang seolah sudah tidak sempat lagi mendidik anak-anaknya tentang budi pekerti, dan beranggapan itu adalah tugas guru di sekolah. Mereka terkesan 'lepas tangan' dan sebagai ganti anak-anak itu akan mencari sendiri dari luar sehingga seringkali anak-anak itu terseret ke nilai-nilai yang tidak baik.

Betapa banyak orang tua yang karena keterbatasan waktu akhirnya memilih untuk membiarkan anak-anaknya melakukan yang mereka suka karena berpikir itu adalah salah satu cara mereka menebus kekosongan yang tercipta di antara mereka selama ini. Anak-anak tumbuh tidak terkendali dengan segala pandangan dan pendapatnya yang sangat mungkin melenceng. Anak-anak tumbuh menjadi raja di rumah orang tuanya dan sifat itu terbawa ke luar.

Betapa banyak orang tua yang karena merasa sudah tua maka memutuskan untuk berhenti belajar dan hidup. Mereka begitu jauh tertinggal informasi sehingga anak-anak akan semakin mudah mematahkan argumentasi mereka dengan alasan perbedaan zaman. Orang tua harusnya tetap bisa memantau dan terus mengupdate diri agar bisa membentengi anak-anak mereka dari kemungkinan membully atau dibully.

Sebenarnya sangat banyak penyebab muncul dan suburnya sifat bullying itu belakangan ini. Namun yang pasti adalah kepedulian orang tua atas perkembangan anak-anaknya yang sangat utama. Kenapa harus mencekoki anak-anak dengan segala materi dan kemudahan tanpa ada rambu-rambu hanya agar bisa terbebas dari tanggung jawab sebagai orang tua yang sebenarnya?

Jika memang demikian maka jangan heran jika suatu hari bangsa ini akan berubah menjadi bangsa zombie. Bangsa zombie yang kelihatan hidup namun sebenarnya sudah mati dan membusuk. Dan pastinya harus dimusnahkan.